(PART 5) SEASON IN MY PARK : SOMETHING CHANGE [AGAIN]
Karena kakinya yang tidak mungkin ia paksakan untuk naik skateboard saat berangkat sekolah, kini Luhan pasrah duduk di jok belakang mobil dengan pak Zhangpei sopir senior di keluarganya menyetir mobil dengan lihai.
Ia sengaja tidak memberi tahu Hyeon kalau dia sudah bisa berangkat sekolah hari ini. Untuk memberi beberapa kejutan. Sudah lama ia tidak melakukannya.
Turun dari mobil, satu hal yang ingin Luhan lakukan. Mencari Hyeon. Kelas! Iya, dia selalu berangkat pagi dan duduk membaca novel sambil melihat matahari naik perlahan di dekat jendela kelas.
Tak lama untuk mencapai kelasnya yang berada di lantai tiga. Dan Bingo! Itu Hyeon.
Baru selangkah Luhan memasuki kelasnya, ada seorang anak berteriak dari koridor kelas, “ITU LUHAN!!! DIA SUDAH BERANGKAT!!!”
Dan... bruk bruk bruk bruk... segerombolan anak gadis di tahun pertama kedua bahkan senior senior mengerubutinya. Meminta tanda tangan, foto bahkan hanya berjabat tangan.
Luhan hanya mengerjap ngerjap tak percaya dengan apa yang terjadi. Rencana untuk mengagetkan Hyeon yang sudah ia perhitungkan batal sudah. Bagaimana caranya mengagetkan, melarikan dirinya saja sangat tidak mungkin.
Hyeon yang melihat apa yang baru saja terjadi hanya bisa tersenyum dari tempatnya duduk, “Dia sudah berangkat rupanya. Tapi kenapa tidak memberi tahuku?” Batin Hyeon dalam dalam. Lalu kembali melanjutkan bacaannya.
“SUDAH CUKUP!!” Bentak Bellva dengan tegas, “INI BUKAN WAKTUNYA MEET AND GREET!”
Beberapa anak gadis mendengus kecewa, namun bagaimana lagi. Kalau melawan, bisa bisa juara Karate itu menendangnya satu persatu sampai pingsan.
Luhan dan Bellvapun masuk ke dalam kelas.
“Thanks.” Kata Luhan sambil membenarkan dasinya yang nyaris copot.
“Your welcome.” Kata Bellva sambil melangkah menuju tempat duduknya, “Dia sudah berangkat.” Katanya pada Hyeon yang masih berkutat dengan bukunya.
Hyeon menyudahi kegiatannya dan melihat ke arah Luhan yang berjalan kearahnya sambil membenarkan seragamnya.
“Kakimu sudah baik?” tanya Hyeon berbasa basi padahal sebenarnya hatinya senang sekali sahabatnya sudah berangkat seperti biasa.
“Tentu.” Jawab Luhan dengan senyumnya.
“Duduk!” Bellva memberikan komando.
“Apa?” Luhan duduk dengan tatapan bingung ke arah Bellva.
“Karena kau tadi sudah kuselamatkan....” Bellva mengobrak abrik isi tasnya.
Luhan dan Hyeon saling tatap tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh Bellva. Tapi mereka lebih baik menunggu dari pada terkena pukulan atau tendangan maut gadis berambut pirang itu.
“Tanda tangani ini!” Bellva mengeluarkan sebuah jersey tim sepakbola sekolahnya.
“Mwo?!” Hyeon tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Luhan hanya berkedip dan mengalihkan pandangannya dari Bellva ke Hyeon secara bergantian.
“Atau kau kulemparkan ke gadis gadis itu lagi?” ancam Bellva.
Luhan tak sanggup menahan tawanya. Begitu juga Hyeon.
“Oke oke...” Luhanpun menuruti permintaan Bellva.
“Yes!” Bellva melompat senang, walaupun Luhan dan Hyeon menatapnya dengan geli, “Masih ada satu lagi.” Kini ia mengeluarkan sebuah kamera dari dalam tas, “Hei! Charly! Boleh minta bantuan?” tanya Bellva pada anak laki laki berambut keriting mengembang dengan kacamata bulat besar berlensa tebal.
“Oh my...” kata Charles lirih, dan bergerak malas menuruti permintaan Bellva.
Bellva sudah siap berpose di samping Luhan, “Hyeon, ayo ikut.”
Hyeon menolak, tapi karena tarikan tangan Bellva sangat kuat. Terpaksa ia juga ikut berfoto.
“Apalagi?” tanya Luhan saat Charles selesai memfoto mereka.
“No. Thanks.” Kata Bellva saat kembali duduk di bangkunya.
-XXXXXX-
Hari ini, Sehun berangkat sekolah lebih semangat dari pada biasanya. Ada yang ingin ia lakukan sepulang sekolah nanti. Ia memeriksa kantong jasnya. Dua buah tiket pertunjukan opera sudah aman berada di sana.
Malam ini, ia ingin Hyeon ikut bersamanya menyaksikan opera itu. Sudah lama sekali ia ingin mengajak Hyeon pergi berjalan jalan. Walaupun bukan kencan, tapi paling tidak ia bisa menghabiskan waktu bersamanya.
“Aissshh.. anak anak ini usil sekali.” Kata Sehun saat tiba di depan ruang kelas yang pintunya tertutup rapat.
Sehun membukanya dan ia melihat ke dalam. Mencari cari apakah Hyeon sudah datang atau belum. Sudah, Hyeon sudah datang. Tapi...
Sehun tak berani melangkah masuk. Walaupun Bellva duduk di bangkunya dengan serius sambil mengerjakan PR yang terlupa, tapi Sehun merasakan ada sesuatu yang menghujam dadanya. Sakit sekali, melihat Luhan sudah berangkat dan sekarang sedang bercanda dengan Hyeon seperti biasa.
Walaupun ia sering melihat itu sebelumnya, tapi Sehun tidak pernah merasa sesakit ini. Rencananya gagal?
“Kenapa kau benci dia sudah berangkat. Seharusnya kau senang dia sudah sembuh. Tidak, buat apa kau memikirkannya. Dia juga tidak pernah berfikir sudah menggagalkan rencanamu. Jangan berfikir seperti itu, bagaimanapun dia masih... anggap saja rencanamu kurang berhasil. Tidak! Kalau dia tidak berangkat pagi ini, nanti malam kau bisa pergi dengan Hyeon. Dasar! ” Pikiran itu terus menghantui Sehun sampai ia tiba di bangkunya, dan duduk di samping Chanyeol.
“Annyeong.” Sapa Chanyeol.
“Channie, nanti malam kau ada acara?” tanya Sehun.
“Tidak.” Chanyeol menggeleng.
Sehun mengeluarkan selembar tiket dari dalam sakunya.
“Kau mau menemaniku nonton opera ini?” Sehun menyerahkan tiket itu pada Chanyeol.
“Woah??” Chanyeol menatap tiket itu seakan ia baru saja mendapatkan separuh warisan kerajaan Inggris, “Kau serius? Mau mengajakku?”
Sehun mengangguk datar sambil membuka tasnya. Menyiapkan pelajaran pertama hari ini.
“Ngomong ngomong dari mana kau dapat tiket ini?” tanya Chanyeol.
“Eomma. Dia perancang busana dalam opera itu.”
“OMO!!” Chanyeol melebarkan matanya, “Thanks Sehunna...”
Sehun hanya tersenyum kecil, paling tidak ia tidak terlalu kecewa karena rencananya untuk pergi malam ini tidak sepenuhnya gagal. Tidak, rencananya sudah gagal sebelum ia masuk kelas ini.
“Tunggu?! Kenapa kau tidak mengajak pacarmu saja?” tanya Chanyeol.
“Pacar? Aku pernah punya pacar?” tanya Sehun balik.
“Apalah namanya itu, kenapa kau tidak mengajak ‘siapapun itu’ saja?”
“Dia tidak bisa. Sepertinya dia akan benar benar sibuk.” Jawab Sehun.
“Sehunna.” Kata Chanyeol.
“Apa lagi?”
“Karena aku mau menemanimu menonton opera ini, apa kau mau menemaniku ke suatu tempat?” tanya Chanyeol.
“Kemana? Menemanimu kencan? Lupakan saja.”
“Bukan. Dengarkan dulu. Ke kota lama, ke gedung teater lama Billstone. Minggu depan ada seleksi pemain opera musikal di sana.”
“Omo...” Sehun menatapnya tanpa berkedip.
“Jangan meledekku. Aku benar benar ingin mengikutinya.”
“Baiklah.”
“Benarkah?”
“Apa aku terlihat membohongimu.”
“Terima kasih Sehunna....” Chanyeol tidak bisa menahan luapan kegembiraannya, iapun memeluk Sehun yang sedang memegangi tasnya.
“Hei hei hei... lepaskan. Semua orang melihat kearahmu.” Kata Sehun sambil memukul lengan Chanyeol.
Chanyeol segera melepaskan pelukan itu sebelum beredar gosip dia dan Sehun berpacaran. Itu akan sangat memalukan.
Ia sengaja tidak memberi tahu Hyeon kalau dia sudah bisa berangkat sekolah hari ini. Untuk memberi beberapa kejutan. Sudah lama ia tidak melakukannya.
Turun dari mobil, satu hal yang ingin Luhan lakukan. Mencari Hyeon. Kelas! Iya, dia selalu berangkat pagi dan duduk membaca novel sambil melihat matahari naik perlahan di dekat jendela kelas.
Tak lama untuk mencapai kelasnya yang berada di lantai tiga. Dan Bingo! Itu Hyeon.
Baru selangkah Luhan memasuki kelasnya, ada seorang anak berteriak dari koridor kelas, “ITU LUHAN!!! DIA SUDAH BERANGKAT!!!”
Dan... bruk bruk bruk bruk... segerombolan anak gadis di tahun pertama kedua bahkan senior senior mengerubutinya. Meminta tanda tangan, foto bahkan hanya berjabat tangan.
Luhan hanya mengerjap ngerjap tak percaya dengan apa yang terjadi. Rencana untuk mengagetkan Hyeon yang sudah ia perhitungkan batal sudah. Bagaimana caranya mengagetkan, melarikan dirinya saja sangat tidak mungkin.
Hyeon yang melihat apa yang baru saja terjadi hanya bisa tersenyum dari tempatnya duduk, “Dia sudah berangkat rupanya. Tapi kenapa tidak memberi tahuku?” Batin Hyeon dalam dalam. Lalu kembali melanjutkan bacaannya.
“SUDAH CUKUP!!” Bentak Bellva dengan tegas, “INI BUKAN WAKTUNYA MEET AND GREET!”
Beberapa anak gadis mendengus kecewa, namun bagaimana lagi. Kalau melawan, bisa bisa juara Karate itu menendangnya satu persatu sampai pingsan.
Luhan dan Bellvapun masuk ke dalam kelas.
“Thanks.” Kata Luhan sambil membenarkan dasinya yang nyaris copot.
“Your welcome.” Kata Bellva sambil melangkah menuju tempat duduknya, “Dia sudah berangkat.” Katanya pada Hyeon yang masih berkutat dengan bukunya.
Hyeon menyudahi kegiatannya dan melihat ke arah Luhan yang berjalan kearahnya sambil membenarkan seragamnya.
“Kakimu sudah baik?” tanya Hyeon berbasa basi padahal sebenarnya hatinya senang sekali sahabatnya sudah berangkat seperti biasa.
“Tentu.” Jawab Luhan dengan senyumnya.
“Duduk!” Bellva memberikan komando.
“Apa?” Luhan duduk dengan tatapan bingung ke arah Bellva.
“Karena kau tadi sudah kuselamatkan....” Bellva mengobrak abrik isi tasnya.
Luhan dan Hyeon saling tatap tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh Bellva. Tapi mereka lebih baik menunggu dari pada terkena pukulan atau tendangan maut gadis berambut pirang itu.
“Tanda tangani ini!” Bellva mengeluarkan sebuah jersey tim sepakbola sekolahnya.
“Mwo?!” Hyeon tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Luhan hanya berkedip dan mengalihkan pandangannya dari Bellva ke Hyeon secara bergantian.
“Atau kau kulemparkan ke gadis gadis itu lagi?” ancam Bellva.
Luhan tak sanggup menahan tawanya. Begitu juga Hyeon.
“Oke oke...” Luhanpun menuruti permintaan Bellva.
“Yes!” Bellva melompat senang, walaupun Luhan dan Hyeon menatapnya dengan geli, “Masih ada satu lagi.” Kini ia mengeluarkan sebuah kamera dari dalam tas, “Hei! Charly! Boleh minta bantuan?” tanya Bellva pada anak laki laki berambut keriting mengembang dengan kacamata bulat besar berlensa tebal.
“Oh my...” kata Charles lirih, dan bergerak malas menuruti permintaan Bellva.
Bellva sudah siap berpose di samping Luhan, “Hyeon, ayo ikut.”
Hyeon menolak, tapi karena tarikan tangan Bellva sangat kuat. Terpaksa ia juga ikut berfoto.
“Apalagi?” tanya Luhan saat Charles selesai memfoto mereka.
“No. Thanks.” Kata Bellva saat kembali duduk di bangkunya.
-XXXXXX-
Hari ini, Sehun berangkat sekolah lebih semangat dari pada biasanya. Ada yang ingin ia lakukan sepulang sekolah nanti. Ia memeriksa kantong jasnya. Dua buah tiket pertunjukan opera sudah aman berada di sana.
Malam ini, ia ingin Hyeon ikut bersamanya menyaksikan opera itu. Sudah lama sekali ia ingin mengajak Hyeon pergi berjalan jalan. Walaupun bukan kencan, tapi paling tidak ia bisa menghabiskan waktu bersamanya.
“Aissshh.. anak anak ini usil sekali.” Kata Sehun saat tiba di depan ruang kelas yang pintunya tertutup rapat.
Sehun membukanya dan ia melihat ke dalam. Mencari cari apakah Hyeon sudah datang atau belum. Sudah, Hyeon sudah datang. Tapi...
Sehun tak berani melangkah masuk. Walaupun Bellva duduk di bangkunya dengan serius sambil mengerjakan PR yang terlupa, tapi Sehun merasakan ada sesuatu yang menghujam dadanya. Sakit sekali, melihat Luhan sudah berangkat dan sekarang sedang bercanda dengan Hyeon seperti biasa.
Walaupun ia sering melihat itu sebelumnya, tapi Sehun tidak pernah merasa sesakit ini. Rencananya gagal?
“Kenapa kau benci dia sudah berangkat. Seharusnya kau senang dia sudah sembuh. Tidak, buat apa kau memikirkannya. Dia juga tidak pernah berfikir sudah menggagalkan rencanamu. Jangan berfikir seperti itu, bagaimanapun dia masih... anggap saja rencanamu kurang berhasil. Tidak! Kalau dia tidak berangkat pagi ini, nanti malam kau bisa pergi dengan Hyeon. Dasar! ” Pikiran itu terus menghantui Sehun sampai ia tiba di bangkunya, dan duduk di samping Chanyeol.
“Annyeong.” Sapa Chanyeol.
“Channie, nanti malam kau ada acara?” tanya Sehun.
“Tidak.” Chanyeol menggeleng.
Sehun mengeluarkan selembar tiket dari dalam sakunya.
“Kau mau menemaniku nonton opera ini?” Sehun menyerahkan tiket itu pada Chanyeol.
“Woah??” Chanyeol menatap tiket itu seakan ia baru saja mendapatkan separuh warisan kerajaan Inggris, “Kau serius? Mau mengajakku?”
Sehun mengangguk datar sambil membuka tasnya. Menyiapkan pelajaran pertama hari ini.
“Ngomong ngomong dari mana kau dapat tiket ini?” tanya Chanyeol.
“Eomma. Dia perancang busana dalam opera itu.”
“OMO!!” Chanyeol melebarkan matanya, “Thanks Sehunna...”
Sehun hanya tersenyum kecil, paling tidak ia tidak terlalu kecewa karena rencananya untuk pergi malam ini tidak sepenuhnya gagal. Tidak, rencananya sudah gagal sebelum ia masuk kelas ini.
“Tunggu?! Kenapa kau tidak mengajak pacarmu saja?” tanya Chanyeol.
“Pacar? Aku pernah punya pacar?” tanya Sehun balik.
“Apalah namanya itu, kenapa kau tidak mengajak ‘siapapun itu’ saja?”
“Dia tidak bisa. Sepertinya dia akan benar benar sibuk.” Jawab Sehun.
“Sehunna.” Kata Chanyeol.
“Apa lagi?”
“Karena aku mau menemanimu menonton opera ini, apa kau mau menemaniku ke suatu tempat?” tanya Chanyeol.
“Kemana? Menemanimu kencan? Lupakan saja.”
“Bukan. Dengarkan dulu. Ke kota lama, ke gedung teater lama Billstone. Minggu depan ada seleksi pemain opera musikal di sana.”
“Omo...” Sehun menatapnya tanpa berkedip.
“Jangan meledekku. Aku benar benar ingin mengikutinya.”
“Baiklah.”
“Benarkah?”
“Apa aku terlihat membohongimu.”
“Terima kasih Sehunna....” Chanyeol tidak bisa menahan luapan kegembiraannya, iapun memeluk Sehun yang sedang memegangi tasnya.
“Hei hei hei... lepaskan. Semua orang melihat kearahmu.” Kata Sehun sambil memukul lengan Chanyeol.
Chanyeol segera melepaskan pelukan itu sebelum beredar gosip dia dan Sehun berpacaran. Itu akan sangat memalukan.